Malcolm X

Malcolm Little lahir di Omaha, 19 Mei 1925. Ayahnya Pendeta Baptis bernama Earl Little yang juga aktivis Universal Negro Improvement Association (UNIA). Ibunya bernama Louise little. Malcolm punya 5 orang saudara seibu dan 3 saudara lain ibu.
Masa kecilnya dihabiskan di Lansing, Michigan. Keluarganya tinggal di sebuah ladang dengan kondisi yang memprihatinkan. Apalagi setelah ayahnya terbunuh oleh Ku Klux Klan di tahun 1931. Keluarga Little ini berantakan. Ibunya masuk rumah sakit jiwa. Malcolm bersaudara harus tinggal di panti asuhan dan sebagian lagi tinggal di bersama orang lain. Malcolm sendiri sempat empat kali tinggal di empat keluarga berbeda.
Ketika SMP, Malcolm tergolong siswa yang pandai. Bahkan ia bercita-cita ingin menjadi pengacara. Namun, menurut guru Bahasa Inggrisnya, Ostrowski, cita-cita itu sangat tidak realistis bagi seorang anak negro. Gurunya itu menyarankan agar ia mengejar karir sebagai tukang kayu saja. Kenyataan pahit ini membuat Malcolm frustasi. Dengan membawa rasa frustasi itu, pada tahun 1941 ia pindah ke Boston ikut kakaknya seayah yang bernama Ella.
Di Boston ia salah bergaul. Teman barunya, Shorty, mengajaknya menjadi tukang semir sepatu di sebuah balai dansa. Namun, mereka -bersama Sophia, pacar Malcolm yang berkulit putih– punya pekerjaan sampingan sebagai calo dan pelaku kriminal. Mulai dari mecuri hingga menggarong. Bahkan, Malcolm menjadi seorang pecandu narkotika. Sampai kemudian polisi menangkap mereka. Malcolm masuk bui.
Tujuh tahun tinggal di penjara –dari tahun 1946-1952– menjadi berkah bagi Malcolm remaja. Ini titik balik pertama dalam hidupnya. Atas dorongan teman satu selnya, Bimbi, Malcolm remaja belajar membaca dan menulis. Ia melalap buku-buku yang ada di perpustakaan penjara. Bahkan, ia ikut berbagai kursus korespondensi.
Pada tahun 1948, adiknya Reginald menyatakan bisa mengeluarkan Malcolm dari penjara dengan syarat ia berhenti merokok dan berhenti makan daging babi. Reginald berusaha mengislamkan Malcolm dan mengajaknya masuk ke dalam barisan Back Muslims atau The Nation of Islam yang didirikan oleh Elijah Muhammad.
Ajaran Elijah Muhammad menarik minat Malcolm yang mengaku dirinya atheis. Ia setuju masuk The Nation of Islam yang bertujuan memisahkan ras kulit hitam dari ras kulit putih. Bahkan, Malcolm percaya betul dengan ajaran Elijah bahwa orang kulit putih bertabiat jahat dan tidak bisa dipercaya. Sebagai tanda keanggotaan, ia memakai nama Malcolm X. X adalah simbol yang dipakai pengikut Black Muslims untuk menyatakan bahwa mereka adalah generasi yang hilang. Manusia yang tercerabut dari asal-usulnya akibat perdagangan manusia yang dilakukan oleh orang kulit putih. Mereka diculik dari Afrika, dibawa dan dijual di Amerika sebagai budak.
Tahun 1952 Malcolm bebas bersyarat. Ia bekerja di pabrik mobil dan tinggal bersama kakaknya, Wilfred, yang juga anggota Black Muslims. Kemudian ia menemui Elijah Muhamamad di Chicago. Malcolm belajar Islam dan ajaran The Nation of Islam langsung dari sang pendiri. Setahun kemudian Malcolm kembali ke Boston untuk mengorganisasikan sebuah masjid. Atas keberhasilannya itu, ia diangkat menjadi imam Masjid Tujuh (Temple Seven) di Harlem.
Selama sepuluh tahun kemudian The Nation of Islam berkembang pesat. Masjid bertambah sebagaimana bertambahnya pengikutnya. The Nation of Islam menjadi gerakan nasional berpengaruh. Malcolm menjadi juru bicara utama gerakan pemisahan warga kulit hitam dari warga kulit putih yang dicita-citakan Elijah Muhammad.
Tahun 1958 Malcolm menikahi Betty X. Dari pernikahan selama 7 tahun mereka dikaruniai 4 orang anak: Attilah, Qubilah, Illyasah, dan Amiliah.
Tahun 1959 gerakan The Nation of Islam dikenal secara nasional. Malcolm X pun mendapat publikasi yang luar biasa, melebihi Elijah Muhammad sang pendiri. Bahkan, media massa menyebut Malcolm X sebagai simbol kebencian rasial.
Elijah khawatir akan popularitas Malcolm X. Ia tak ingin pengaruh Malcolm semakin kuat. Karena itu, ia menarik dukungan. Ketika hubungan mereka semakin renggang, Elijah memecat Malcolm X dari The Nation of Islam. Bahkan, ia memerintahkan orang untuk membunuh Malcolm X.
Setelah keluar dari The Nation of Islam, Malcolm X mendirikan organisasinya sendiri. Ia juga melakukan perjalanan haji ke Mekkah. Di Tanah Suci terbukalah cakrawala pikirannya. Ia baru tahu ajaran Islam yang sesungguhnya. Kebencian terhadap ras kulit putih adalah pemikiran yang keliru. Islam tidak membeda-bedakan warna kulit.
Kebencian yang timbul antara kaum negro dan kaum kulit putih di Amerika bukanlah masalah perbedaan warna, tetapi karena kesalahan sikap dan perilaku. Karena itu, Malcolm X sadar bahwa satu-satunya cara mengatasi pertikaian rasial adalah dengan menerima prinsip kesamaan derajat manusia dan keesaan Tuhan. Inilah kebenaran yang diabaikan oleh bangsa kulit putih Amerika.
Setelah berhaji dengan penuh kontemplasi, Malcolm X bersalin nama menjadi El Hajj Malik El Syabazz. Selama menjadi tamu pribadi Pangeran Faisal, Malik El Syabazz banyak berdiskusi tentang perbandingan ajaran Elijah Muhammad dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Ia sadar betul ajaran Elijah keliru. Selama berhaji ia merasa dirinya sebagai manusia yang utuh. Itu perasaan yang tidak pernah dirasakannya selama hidup di negerinya, Amerika. Di Mekkah semua orang saling menghargai dan tidak mempermasalahkan warna kulit.
Pada perjalanan keduanya ke Timur Tengah di tahun 1964, Malik El Syabazz menyempatkan diri berkunjung ke Afrika, negeri leluhurnya. Selama delapan pekan dia beraudiensi dengan Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser, Presiden Nigeria Nnamoi Azikiwe, Presiden Tanzania Julius K. Nyarere, Presiden Guinea Sekou Toure, Presiden Kenya Jomo Kenyatta, dan Perdana Menteri Uganda Milton Obote. Ia juga bertemu dengan para pemimpin agama berkebangsaan Afrika, Arab, dan Asia, baik muslim dan non-muslim.
Sepulangnya ke Amerika, ia punya perspektif yang berbeda dari sebelumnya. Ia kembali melakukan dakwahnya. Kali ini ia menyerukan kebenaran sejati yang ditemukannya di Mekkah. Kepada teman-temannya yang beragam –ada Kristen, Yahudi, Budha, Hindu, Atheis, sosialis, kapitalis, komunis, kaum moderat, konservatif, dan ekstremis-ia katakan manusia akan memperoleh kedamaian sejati jika mau menyerahkan diri kepada Allah Sang Pencipta.
Namun, perubahan pemikiran itu bukan tanpa risiko. Malik El Syabazz dibayang-bayangi orang yang ingin membunuhnya. Khususnya orang-orang dari The Nation of Islam. Pada hari Ahad, 21 Februari 1965, Malik El Syabazz terbunuh. Tiga orang yang duduk dekat panggung menembaknya saat ia berpidato di sebuah pertemuan organisasi persatuan orang-orang Amerika Hitam di Harlem. Malik El Syabazz menghadap Allah swt. sebagai seorang muslim yang tercerahkan.

Selengkapnya...

Buya HAMKA

Haji Abdul Malik Karim Amrullah


Haji Abdul Malik Karim Amrullah (atau lebih dikenal dengan julukan HAMKA, yakni singkatan namanya), lahir tahun 1908, di desa kampung Molek, Meninjau, Sumatera Barat, dan meninggal di Jakarta 24 Juli 1981, adalah sastrawan Indonesia, sekaligus ulama, dan aktivis politik.


Belakangan ia diberikan sebutan Buya, yaitu panggilan buat orang Minangkabau yang berasal dari kata abi, abuya dalam bahasa Arab, yang berarti ayahku, atau seseorang yang dihormati.


Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yang dikenal sebagai Haji Rasul, yang merupakan pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906.


Biografi


HAMKA (1908-1981), adalah akronim kepada nama sebenar Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah. Beliau adalah seorang ulama, aktivis politik dan penulis
Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara. Beliau lahir pada 17 Februari 1908 di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, Indonesia. Ayahnya ialah Syeikh Abdul Karim bin Amrullah atau dikenali sebagai Haji Rasul, seorang pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906.


Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau sehingga kelas dua. Ketika usia HAMKA mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto dan Ki Bagus Hadikusumo.


Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi,
Medan dan guru agama di Padangpanjang pada tahun 1929. Hamka kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padangpanjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia, tetapi meletakkan jabatan itu ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara menjadi pegawai negeri atau bergiat dalam politik Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi).


Hamka adalah seorang otodidiak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjopranoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal.


Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi Muhammadiyah. Beliau mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bidaah, tarekat dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Beliau menyusun kembali pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun 1950.


Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau kemudiannya meletak jawatan pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.


Kegiatan politik Hamka bermula pada tahun 1925 ketika beliau menjadi anggota partai politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke
Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerilya di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia. Beliau menjadi anggota Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum 1955. Masyumi kemudiannya diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960. Dari tahun 1964 hingga tahun 1966, Hamka dipenjarakan oleh Presiden Sukarno karena dituduh pro-Malaysia. Semasa dipenjarakanlah maka beliau mulai menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, Hamka diangkat sebagai anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majelis Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional, Indonesia.


Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, Hamka merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi wartawan beberapa buah akhbar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. Hamka juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.


Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid) dan antara novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera di
Malaysia dan Singapura termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Kaabah dan Merantau ke Deli.


Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan antarabangsa seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas al-Azhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelar Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia.


Hamka telah pulang ke rahmatullah pada 24 Juli 1981, namun jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama Islam. Beliau bukan sahaja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sasterawan di negara kelahirannya, malah jasanya di seluruh alam Nusantara, termasuk
Malaysia dan Singapura, turut dihargai.

Source : http://id.wikipedia.org/wiki/Haji_Abdul_Malik_Karim_Amrullah

Selengkapnya...

Riwayat Hidup Adnan Oktar (Harun Yahya)

Adnan Oktar dikenal sebagai seorang penulis dengan nama pena “Harun Yahya”. Beliau adalah seorang ‘alim yang menghabiskan seluruh hidupnya untuk berdakwah tentang keberadaan dan keesaan Allah dan keluhuran akhlaq Al Qur’an kepada masyarakat. Berawal ketika masih duduk di bangku universitas, beliau telah menggunakan setiap saat dalam hidupnya demi dakwah ini dan tidak pernah takut berhadapan dengan segala kesulitan yang merintangi jalan. Hingga kini, beliau tetap berdiri kokoh, tegar dan sabar dalam menghadapi segala tekanan dan fitnahan. Di bawah ini adalah sedikit dari perjalanan hidup Adnan Oktar, yan g juga dikenal dengan nama pena Harun Yahya.

Adnan Oktar dilahirkan pada tahun 1956 di Ankara dan dibesarkan di kota ini hingga lulus SMU. Komitment beliau terhadap Islam tumbuh semakin kuat ketika beliau duduk di bangku SMU. Pada periode ini, pengetahuan yang mendalam tentang Islam beliau dapatkan dari membaca berbagai buku-buku agama. Di samping itu, beliau juga memperoleh pemahaman tentang fakta-fakta penting lain yang kemudian beliau beritahukan kepada orang-orang di sekitarnya. Pada tahun 1979, Adnan Oktar pindah ke Istanbul untuk menuntut ilmu di Universitas Mimar Sinan. Di masa inilah beliau mulai melaksanakan misi dakwah, menyeru manusia kepada akhlaq yang baik dan memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar.


Sejak sebelum Adnan Oktar memulai kuliah di Universitas Mimar Sinan, Istanbul, institusi pendidikan tersebut telah berada di bawah pengaruh berbagai organisasi ilegal berhaluan Marxisme, sehingga pemikiran kekirian tampak jelas mendominasi kampus. Setiap orang, apakah ia staf di sebuah fakultas ataupun mahasiswa, adalah sosok materialis yang berpola pikir atheis. Sungguh, para staf pengajar mengambil setiap kesempatan yang ada untuk menyebarkan filsafat materialistik dan Darwinisme dalam kuliah-kuliah yang mereka berikan kendatipun dua hal ini tidak ada hubungannya dengan topik kuliah mereka. Dalam lingkungan dimana ajaran agama dan akhlaq tidak dipedulikan dan sama sekali ditolak, Adnan Oktar menyeru orang-orang di sekitar beliau kepada keesaan dan keberadaan Allah. Sebagaimana mungkin telah dimaklumi, dalam kondisi demikian, Islam tidak diberi kesempatan untuk tumbuh berkembang. Ibu beliau, Ny. Mediha Oktar, menuturkan bahwa pada masa itu beliau hanya tidur beberapa jam saja di malam hari, sebagian besar sisa waktu beliau gunakan untuk membaca, membuat catatan dan menyimpan kumpulan catatan tersebut.

Beliau membaca ratusan buku, termasuk karya-karya pokok tentang Marxisme, komunisme dan filsafat materialistik, dan mempelajari buku-buku ideologi kiri, termasuk karya-karya klasik ataupun literatur-literatur lain yang jarang dibaca orang. Beliau meneliti karya-karya tersebut, menandai bagian-bagian penting dan membuat catatan-catatan di bagian belakang buku tersebut. Hal ini membuat beliau sangat tahu tentang filsafat-filsafat serta ideologi-ideologi tersebut, jauh lebih tahu dibandingkan para pendukung ideologi itu sendiri. Beliau juga melakukan riset yang mendalam tentang teori evolusi yang dianggap sebagai landasan ilmiah dari ideologi-ideologi tersebut dan mengumpulkan berbagai dokumen dan informasi yang berhubungan dengannya. Setelah mengumpulkan informasi yang berlimpah tentang berbagai kebuntuan, kontradiksi dan kebohongan yang terdapat dalam filsafat dan ideologi yang didasarkan atas pengingkaran terhadap Allah ini; tanpa membuang-buang waktu lagi, Adnan Oktar menggunakan informasi tersebut untuk menyebarkan fakta-fakta yang ada.

Hampir ke setiap orang, termasuk para mahasiswa dan staf pengajar di universitas, beliau mendakwahkan keberadaan dan keesaan Allah, serta Al Qur’an, Kitab Suci yang diwahyukan Allah, dengan menggunakan bukti-bukti saintifik. Di tengah-tengah pembicaraan di kantin kampus, di koridor-koridor di saat jam istirahat, seseorang dapat melihat beliau sedang menjelaskan kelemahan dan kesalahan filsafat materialistik dan Marxisme dengan mengambil cuplikan dari buku-buku yang menjadi referensi dari ideologi itu sendiri. Beliau memberikan perhatian khusus kepada teori evolusi. Teori yang dimunculkan oleh kelompok tertentu untuk melawan fakta penciptaan ini diyakini sebagai sesuatu yang benar oleh para mahasiswa universitas secara luas. Dengan menggunakan kedok sains, teori tersebut sebenarnya bertujuan untuk meracuni dan menghancurkan akidah dan akhlaq dari para pemuda tersebut. Seandainya makar jahat dari kebohongan ilmiah ini tidak dibongkar, maka akan muncul generasi penerus yang sama sekali tidak memiliki nilai-nilai spiritual, moral dan religius.

Source : Harunyahya.com/indo

Selengkapnya...
“Cintailah orang yang engkau cintai sewajarnya saja , karena boleh jadi ia akan menjadi orang yang engkau benci pada suatu hari nanti. Dan bencilah orang yang kau benci sebenarnya saja , karena boleh jadi ia akan menjadi orang yang engkau cintai pada suatu hari nanti”
(HR.Tirmidzi)

Recent Comment